“Padup eungkot suree nyoe bang?” tanya
saya kepada seorang penjual ikan di pasar Peunayong, Banda Aceh, sambil
menunjuk ke salah satu ikan suree
yang lumayan besar. Suree yaitu ikan
tongkol, atau tuna, yang di Aceh dikenal memiliki jenis tongkol sisik (tuna)
dan yang bukan sisik (tongkol biasa), dan bagi tongkol yang sering ikut fitness alias berbadan lebih besar dari rata- rata (raksasa), maka ia cukup dipanggil
dengan “Pa’ak” saja, bukan tongkol
raksasa. Gak fair memang, tongkol
segede itu dipanggil hanya dengan satu kata. Tapi itulah dinamika dunia
pertongkolan, yang tak perlu kita bahas di sini.
“75 ribee” jawab si abang singkat.
Biasanya tuna sebesar itu saya beli sekitar 60 ribu, paling
mahal 65 ribu. Tapi hari ini dia mencapai angka 75 ribu perak. Saya tanya suree
lain yang lebih kecil juga mengalami kenaikan. Jika dikalkulasi secara, maka
rata- rata kenaikan suree berada pada kisaran 10-15 ribu per ekor.
“Kok mahal kali bang?” Pura- pura tidak tahu (padahal tidak
tahu), saya tanyakan kenapa suree naik harga. Pertanyaan yang sama saya tujukan
kepada 3 penjual yang berbeda, berikut jawabannya.
Penjual 1: “BBM kan udah naik Bang”, jawabnya singkat
Penjual 2: “Modalnya memang mahal Bang”, maksudnya modal
saat ia beli ikan di TPI.
Penjual 3: Dia hanya terdiam, sambil menatap saya dengan
agak sinis lalu pura- pura sibuk merapikan dagangannya. Mungkin dia berujar
dalam hati “Where the hell have you been?
Dari ketiga penjual itu, saya rasa jawaban penjual 1 dan 2
saling berkorelasi dan menjawab pertanyaan saya tadi. Faktor BBM naik
mengakibatkan harga barang- barang lain ikutan naik. BBM jenis solar adalah
bahan bakar utama nelayan ke laut. Hingga saat ini belum ada satupun teknologi
yang bisa mengubah air laut menjadi solar, atau minimal pengganti solar untuk
menjalankan mesin boat dan kapal. (Mungkin hanya batu akik jenis gioklah yang
mampu melakukannya. Liat aja sekarang udah banyak dijual batu giok dengan jenis
solar hingga bio solar #eh. )
Dampak Kenaikan BBM,
Dari Urusan Perut hingga Krisis Negara
Merujuk data BPS (ini bukan Badan Pusat Suree, tapi Badan
Pusat Statistik), pada bulan Januari 2015 inflasi di kota Banda Aceh sebesar
0,10 persen, yang disumbangkan oleh pangan yang bergejolak atau volatile foods, dan ternyata ikan segar
ikut berkontribusi secara aktif. Saya menduga ikan segar yang dimaksudkan oleh
BPS ini adalah si suree, ya, suree yang sedang kita bahas ini. Walaupun
kemudian bulan Februari dan Maret di kota ini terjadi deflasi, namun
(lagi-lagi) saya memprediksi bahwa akan terjadi inflasi pada bulan April ini.
Salah satu penyumbangnya, ya itu... suree.
Selain berkontribusi dalam inflasi, suree telah terbukti
menjadi ikon terpenting dalam kuliner Aceh. Ada berbagai varian yang dapat
membuat sepotong suree memiliki nilai tambah tinggi. Mulai dari keumamah, tumis, goreng, lado, asam keueng, hingga yang paling simpel
suree rebus. Sayangnya belum ada catatan dan resep rendang suree, jika ada maka rendang daging khas minang bisa tersaingi.
Begitu banyaknya kontribusi ikan suree dalam perkulineran
Aceh juga dapat dilihat dari sajian baik di rumah tangga, rumah makan hingga
kenduri. Coba cek, dimana rumah makan di Aceh yang gak jual menu suree? Jika
ada yang tak jual, bisa jadi itu bukan rumah makan, tapi KFC.
Saat kenduri sekalipun, menu suree dapat dipastikan selalu
ada menjadi hidangan di meja prasmanan. Boleh dibilang ikan suree adalah jenis
ikan yang dapat diolah lebih banyak daripada jenis ikan- ikan lain.
Lantas jika suree mengalami inflasi, harganya kian meninggi,
maka apa yang akan terjadi? Saya mencoba menganalisis beberapa potensi kerugian
negara dan masyarakat oleh karena mahalnya suree.
Gambar 1. Dampak Suree Mahal.

Jika suree mahal, maka harga nasi bungkus atau makanan berbahan suree juga otomatis akan mahal. Walaupun judulnya “nasi bungkus”, tapi siapa yang mau makan tanpa ada sepotong ikan di nasinya. Jika harga nasi bungkus mahal maka para pekerja harus mengeluarkan uang lebih atau di sisi lain dengan terpaksa harus mengurangi porsi makan, khususnya ikan. Oleh karena ikan mengandung protein dan nutrisi yang tinggi, maka kekurangan zat ini bisa mengakibatkan seseorang kekurangan gizi (dampak kesehatan).
Disaat seseorang mengeluarkan uang lebih untuk sektor
konsumsi, tentunya ia harus menambah sektor produksi yang lain agar ada uang
tambahan untuk mencukupi gizi makanannya. Ada beberapa cara dapat dilakukan,
bagi yang ada usaha atau bisnis sampingan dia akan dengan mudah menghasilkan
uang lebih, tapi konsekuensinya waktunya bekerja di tempat sebelumnya akan
tersita.
Tapi itu belum seberapa, jika dibandingkan dampak lain yaitu
korupsi. Ya, siapa yang tahu bisa jadi hanya karena ikan mahal, nasi bungkus
layak tak terjangkau maka seseorang melakukan penyelewengan seperti korupsi,
atau mungkin tidak kejahatan lain bertujuan yaitu: memenuhi hasrat kulinernya
dibidang suree. Kemungkinan yang lebih parah adalah potensi konflik bakal
terjadi, atau pemberontakan dengan visi kemerdekaan dalam mengkonsumsi suree.
Potensi konflik, pemberontakan ini tentunya akan sangat berbahaya karena akan
menimbulkan masalah disintegrasi bangsa. Apa kata dunia jika hanya karena suree
kita menuntut merdeka dari republik ini.
Kesimpulan dari semua masalah kenaikan harga suree ini akhirnya
bermuara pada krisis multi sektor dan negara kita akan mengalami chaos dan kehancuran,
seperti yang kita lihat di beberapa negara balkan hingga timur tengah. Kita
berharap masalah suree ini tidak lantas menginspirasi beberapa kelompok anarkis
untuk membentuk suatu organisasi garis keras dengan nama Gerakan Suree Merdeka (GSM).
Tugas
kita adalah untuk mengingatkan pemerintah pusat agar tidak semena- mena
menaikkan harga BBM yang memicu pada kenaikan harga suree.
Dan presiden Jokowi
harus tahu ini.
*Banda Aceh, April 2015
keren pak,,,,
ReplyDeletehttp://inforunding.blogspot.com/
ReplyDeletehttp://inndahmawar.blogspot.com/
ReplyDelete