Friday, December 26, 2014

10 Tahun Berlalu

Salah satu alasan saya tidak membawa anak- anak ketika ziarah ke kuburan massal tsunami adalah saya tidak ingin terlihat sedang menangis oleh anak- anak saya. Sebagai seorang laki- laki, dan ayah saya akan merasa tak pantas menangis di depan anak. Positioning saya sebagai ayah adalah seorang pria yang kuat. Pencitraan yang saya bangun tentang seorang ayah adalah laki- laki yang tegar, tabah, sabar dalam menghadapi hidup. Ayah harus menjadi seorang “superman” bagi anak- anaknya.

Tapi hari ini saya “terpaksa” membawa 2 orang buah hati mungil itu ke kuburan massal di Siron, Lambaro. Sejak pagi mereka merengek, setengah menangis minta ikut saya ziarah pada tanggal 26 Desember 2014, atau 10 tahun setelah bencana gempa tsunami yang memisahkan saya dengan ayah, mamak, istri yang sedang hamil, mertua, 2 adik dan keponakan yang lucu, sepupu, sodara, teman yang tak jumlahnya tak bisa saya sebutkan jumlahnya.

Akhirnya saya menyerah, dan mereka menyetujui beberapa syarat.

Sesampai di kuburan massal Siron, terasa atmosfir yang susah saya uraikan. Memang hingga saat ini saya tidak tahu dimana keluarga saya dimakamkan. Bahkan tidak ada satupun saksi mata yang selamat yang mengetahui atau setidaknya pernah melihat saat mereka dikuburkan. Saya hanya menduga dan menggunakan feeling saja bahwa ada anggota keluarga saya dikuburkan di kuburan massal korban tsunami terbesar di Aceh itu.

Baru melangkah beberapa meter, perasaan ini mulai bercampur aduk. Haru, mengundang air mata yang ingin segera tumpah. Saya coba tahan, dan berhasil. Kami keliling melihat kuburan massal. Saat itu di salah satu gundukan, Aya putri saya yang berusia 6 tahun, bertanya sambil mengarahkan jarinya.

“Ayah, kenapa di kuburan ini ada orang bakar lilin dan asap?”

Saya jelaskan itu adalah ritual doa yang dilakukan oleh sodara- sodara kita Tionghoa. Saya bilang ke Aya, mereka punya cara berbeda dengan kita dalam berdoa. Memang dibawah pekuburan massal ini berbaring puluhan ribu manusia dari berbagai suku, ras dan agama.

Selamat. Saya masih bisa mempertahankan air mata agar tak tumpah, ujar saya dalam hati.

Lalu kami duduk, dan saya mulai membaca doa. Salah satunya surah Yasin. Baru mengucapkan bismillah air mata ini sudah mulai tak terbendung. Rafa putra saya yang berusia 3 tahun, sempat memperhatikan mata saya, terlihat wajahnya bingung. Mungkin dia sedang bertanya, mengapa mata ayah merah dan seperti berair. Tapi dia urung bertanya, mungkin dia masih berfikir mata saya kemasukan debu.

Ayat demi ayat saya bacakan, doa pun saya lantunkan untuk keluarga saya dan siapa saja di bawah tanah itu. Namun air mata ini seperti air bah disaat musim hujan. Ia tak mampu dibendung lagi, mengalir begitu saja tanpa mampu saya kendalikan. Kini terlihat wajah heran dari Aya dan Rafa. Lagi- lagi mereka tak berani bertanya langsung kepada saya, mungkin mereka ingin menjaga pencitraan yang sedang saya bangun selama ini.

Setelah berdoa, kami berbincang dan mereka mengajukan pertanyaan- pertanyaan yang beberapa diantaranya mampu saya jawab, sedangkan sisanya saya hanya terdiam.

Misalnya Aya tanya, “Ayah kenapa orang- orang meninggal harus dikubur?”

“Kenapa ada tsunami?”

“Mengapa kita harus berdoa?”

Atau pertanyaan Rafa, “Ayah, tadi katanya mau pergi ke tempat orang meninggal, tapi mana orang meninggalnya?”

Terakhir keduanya bertanya dengan kompak, “Ayah kenapa di kuburan ini ada orang yang jual mainan?” tanya mereka sambil menunjuk seorang pria yang sedang jual balon warna- warni keliling.

Mata saya makin bengkak dan merah, saat menutup doa- doa. Karena yang terbayang adalah wajah keluarga tercinta yang entah dimana. Di dalam hati saya berbisik, walaupun saya ziarah ke kuburan ini cuma 1 tahun sekali, tapi saya selalu mendoakan mereka. Di dalam shalat saya selalu memohon Allah SWT mengampuni dosa mereka, melapangkan kuburnya, dan memberikan mereka tempat indah yang bernama syurga. Doa itu selalu saya panjatkan tanpa henti, tanpa perlu menunggu tanggal 26 Desember.

Disana saya juga berbisik dengan air mata yang berurai, “Aku selalu rindu dan selalu sayang pada kalian”

Sebelum meninggalkan Siron, saya sempat bertemu abang ipar, atau abang dari istri saya Maisarah. Kami berpelukan erat, sambil melepaskan air mata sebanyak- banyaknya. Sepertinya ini air mata yang tadi sempat tertunda. Kini ia lepas, bebas, tanpa segan keluar dari celah- celah yang ada di mata saya. Kedua- anak saya juga memandang kami, tapi mereka tak bertanya lagi.

Akhirnya kami pulang. Seperti biasanya dua anak yang lahir dari seorang ibu bernama Cut Aida itu minta beli ini dan itu, mereka minta jajan. Sambil sekali- kali melihat saya menyeka sisa- sisa air mata.

Sesampai di rumah mereka bermain lagi. Beberapa saat kemudian istri saya yang tidak ikut pada ziarah tadi karena sedang hamil tua anak ketiga kami memanggil saya ke dalam kamar. Istri saya bilang tadi Rafa sempat cerita, katanya,

“Ma, tadi Adek lihat Ayah menangis”


Allahummaghfirlahum warhamhum wa’afihi wa’fuanhum.... #26 Desember 2014.


Saturday, October 11, 2014

Survey: 1001 Alasan Memilih Sanger

Setahun lalu saya masih ingat saat ngetwit dalam keadaan sadar-sesadarnya. Malam sebelum tanggal 12 Oktober 2013, jemari saya menyuruh ngetwit yang isinya mengenai urgensi memperingati atau merayakan #SangerDay. Kenapa 12 Oktober? Karena saat ide itu datang tepatnya tanggal 11 Oktober 2013 malam, jadi sudah malam, gak asik aja. Jadi, dirayakannya besok aja, tanggal 12 Oktober. Lantas ada yang tanya, apa urgensinya? Kenapa perlu diadakan #SangerDay? Ini pertanyaan sulit yang perlu riset serius untuk menjawabnya. 

Akhirnya saya berkesimpulan bahwa #SangerDay perlu diadakan “supaya ada”. Bayangkan kalo kita tidak merayakan atau mengadakannya, pasti gak akan ada kan?

Ternyata twit saya direspon secara serius oleh akun @Iloveaceh. Akun atau tim inilah yang membuat ide kecil memperingati #SangerDay menjadi besar dan dahysat.



Sejarah Sanger
Apa itu Sanger? Siapakah penemu Sanger?

Jika merujuk pada Wikipedia, katanya Sanger (minuman), itu adalah kopi susu khas Aceh. Sementara nama Sanger juga merujuk pada tempat atau kota- kota di Amerika Serikat.



























Wikipedia sudah betul mendefinisikan Sanger, tapi mereka pasti belum tahu sejarah tentang sanger. Saya yakin itu. Mungkin masih banyak yang belum mengerti tentang makna Sanger karena mungkin mereka belum paham sejarah lahirnya Sanger.

Sanger lahir tanpa bidan, tanpa tanggal (karena saya lupa). Seingat saya di tahun 1997, saat krisis moneter menerpa Indonesia. Harga barang- barang melonjak drastis, sangat mahal. Inflasi gila-gilaan. Tapi orang gila tidak inflasi- inflasian. Di salah satu warkop di seputaran Ulee Kareng, Atalanta namanya, mahasiwa genre reformasi sering ngopi disana. Tidak hanya minum kopi, tidak sedikit kawan-kawan saat itu cuma minum teh. Bagi yang ingin minum kopi, bolehlah pesan kopi susu. Nah, disinilah awal Sanger lahir. Susu atau creamer yang biasa digunakan pada warkop di Aceh mengalami dampak krisis ekonomi tersebut, harganya ikut-ikutan mahal. Akibatnya pemilik warung terpaksa ikut menaikkan harga kopi susu. Harga naik tidak diiringi dengan naiknya uang jajan para mahasiswa. Mahasiswa yang tidak kuat minum kopi hitam, dan tak mampu membayar kopi susu melakukan “negosiasi” dengan pemilik warung. Akhirnya dicapai kata sepakat dengan mengurangi kadar susunya, dan menambahkan unsur gula. Kesepakatan ini dilandasi atas semangat saling mengerti atau “Sama-sama Mengerti”. Perlahan tapi pasti hingga sekarang nama Sanger menjadi merk dan branding kopi susu nikmat dari Aceh. Jika ingin “berterimakasih”, maka berterimakasihlah pada mahasiswa Aceh dan krisis moneter. Dan perlu saya tekankan, bahwa Sanger itu samasekali tidak ada kaitannya dengan kata sangar. 












Alasan Memilih Sanger (Mayoritas menganggap Sanger adalah minuman nikmat)

Ada 1001 alasan orang memilih dan minum Sanger. Untuk itu, saya mencoba melakukan survey kecil- kecilan untuk melihat mengapa atau alasan apa dibalik “fenomena” Sanger ini. 

Menurut survey yang tidak terlalu saintifik dan ilmiah ini, ternyata sebagian besar orang atau 42%  merasa Sanger adalah minuman “nikmat dan pas di lidah”. Faktor ekonomis yang menjadi dasar lahirnya Sanger juga berpengaruh pada preferensi orang terhadap minuman ini, yaitu ditandai dengan 17% orang memilih Sanger karena “Harga standar”. Standar disini dimaknai sebagai harga yang tidak terlalu mahal dan cocok di kantong. Sedangkan sisanya yaitu, mulai dari “Gak kuat minum kopi hitam” sebanyak 9%. Ada juga yang ingin “Biar tambah sangar” sebanyak 8%. Yang menarik ada responden yang menjadikan Sanger sebagai minuman yang “Bikin tidur nyenyak” dan “Supaya proses lancar”. Proses lancar menurut analisis psikologis biologis, dapat dimaknai “lancar” saat di WC. Namun, ada juga responden “nyeleneh” dengan menjawab bahwa alasannya minum Sanger adalah “Bah Sangak” (Terjemahan bebas bahasa Aceh: Supaya Bengong). Untuk lebih lengkapnya silakan lihat grafik berikut.


















Memang ada 1001 dan beragam- macam alasan orang minum Sanger. Silakan aja, bebas aja. Yang penting jika Anda minumnya di warkop atau café, jangan lupa bayar, karena dampaknya akan sangat berbahaya.


Selamat menikmati Sanger, selamat memperingati dan merayakan #SangerDay.



Banda Aceh, 12 Oktober 2014



Friday, September 19, 2014

SUREENOMICS


Ini kisah tentang ikan Suree (bahasa Aceh), atau Tongkol alias Tuna. Pagi tadi, seperti Sabtu pagi yang lalu dan yang sudah-sudah, saya belanja di pasar pagi, namanya Pasar Setui. Aktivitas saya berbelanja memang tidak penting bagi Anda, karena cukup keluarga saya saja yang merasa penting. Tapi, pagi ini saya ingin bercerita tentang kisah si Suree atau tongkol tadi dalam perekonomian, khususnya bagi negeri ini. (*lho, apa hubungannya?)

Di pasar tadi, khususnya di lapak penjual ikan, Suree mendominasi. Sepanjang observasi saya, ada banyak Suree, tidak seperti biasanya. Dalam hati penjual ikan mereka seolah ingin berkata “Ketika Musim Suree Tiba”. Tapi yang menarik minat saya bukan kepada penjual ikan tersebut, karena memang sudah tugas mereka menjual ikan, kalo mereka tidak jual ikan, mereka harus cari profesi baru, boleh tukang sayur, insinyur, atau gubernur. 



Oke, kembali ke Suree. Suree yang membanjir logikanya mampu menurunkan harganya. Seperti yang dipelajari dalam ilmu ekonomi, jika persediaan suatu barang di pasar atau supply banyak, maka harga biasanya turun. Contoh lain, saat musim duren di Banda Aceh beberapa bulan lalu. Saat duren membanjiri kota, harganya secara otomatis rendah, kata orang ini juga hukum pasar. (*padahal hukum kan di pengadilan, kok di pasar?). Jika sebelum musim duren tiba, harganya berkisar antara 20 ribu lebih, maka disaat ia berlimpah, harganya turun hingga ada yang 7 ribuan. Intinya duren melimpah, harganya terjerembab. Begitu juga dengan komoditas lain, seperti cabe merah, bawang dan lain-lain.

Nah, yang saya tidak herankan kenapa disaat Suree melimpah, harganya juga merangkak naik. (*Jika Anda heran itu wajar, sedangkan saya tidak heran karena saya sudah tahu jawabannya. Tapi saya pura-pura heran dulu, agar saya bisa berfikir dan bertanya-tanya).
Beberapa minggu lalu, Suree dengan ukuran –mungkin sekitar 2 kilo lebih- berada pada kisaran 50 ribu, terkadang kalo boleh nawar, dikasihlah 45 ribu. Kalo ibu-ibu yang nawar bisa jadi 40 ribu.(*Ini skill yang sangat rumit dan belum saya kuasai). Sabtu ini, Suree ini berani jual mahal, pada posisi 60-70 ribu perak. Lho kok bisa naik, kan stoknya banyak, ada apa ini? Kondisi ini pasti ada jawabannya, karena ada korelasi dengan kondisi ekonomi dan kebijakan politik pemerintah. (*Waduh, apalagi ini, kok Suree bisa berurusan dengan politik? Emang Suree anggota Parpol apa?)

Begini, ternyata eh ternyata gonjang-ganjing dan masalah kelangkaan BBM ternyata punya andil. Disaat BBM bersubsidi langka atau dibatasi, konsekuensi logisnya tentu pemakai atau produsen  bergantung padanya. Nelayan butuh BBM solar untuk mencari dan menangkap para Suree untuk kemudian dibawa ke daratan, dan dijual di pasaran. Nelayan sempat mengeluh susahnya mendapatkan solar, kalopun ada harganya lebih mahal. 

Nelayan gak ada pilihan lain untuk mengganti solar sebagai bahan bakar. *Mungkin jika air laut bisa menjadi bahan bakar, ceritanya gak akan seperti ini J. Belum lagi kebutuhan hidup lain yang harganya juga terus meningkat. Maka, nelayan harus menyesuaikan kondisi ini dengan menaikkan harga Suree. Orang yang belajar ekonomi bilang ini namanya INFLASI. Ya, ternyata Suree berkontribusi terhadap inflasi di Aceh. Serius, ini bukan lebay. Tidak percaya, silakan tanya BPS. (*Apa itu? Badan Pusat Suree?). Bukan, BPS itu adalah Badan Pusat Statistik.

Bahkan dalam beberapa laporan BPS memaparkan data tentang komoditas yang memberikan andil tinggi terhadap terjadinya inflasi, salah satunya ya Suree itu. Sebenarnya inflasi tak selamanya jahat, karena ia bukan seperti lemak jahat. Inflasi juga ada manfaatnya juga bagi perekonomian, makanya pemerintah punya perhatian serius terhadap dinamikan ini. Dan bukan hanya inflasi, ternyata Suree juga berpengaruh besar terhadap nilai garis kemiskinan baik di kota maupun di desan. (*What? Suree bisa berpengaruh sedahsyat itu? ) Ya, begitulah, Oom di BPS yang bilang gitu. Walaupun bukan hanya Suree, tapi juga komoditas lain seperti beras, hingga rokok kretek filter.
Maka tak heran disaat Suree makin mahal, harga bahan makanan juga ikut-ikutan. 

Orang Aceh memang suka makan Suree. Menu varian Suree sangat lazim dijumpai di rumah makan dan resto di Aceh, misalnya tumis Ikan Kayu, yang berbahan utama Suree. Saya sedang membayangkan bagaimana pengaruh Suree ini pada industri kuliner di Aceh. Selain itu, kepedulian saya terhadap Suree ini juga karena saya termasuk sebagai presidium “Ikatan Keluarga Penggemar & Pencinta Suree, Tuna alias Tongkol” kalo disingkat “IKANPAUSTOK”. Membayangkan ini akhirnya membuat saya lapar, dan ingin menyantap Suree yang sudah diolah dan dimasak secara luar biasa oleh istri saya.
Ya udah, makan dululah. Selamat makan..:)







Tuesday, July 01, 2014

Memaknai Kentut Jokowi

Sebagai manusia  normal, kita tentu pernah kentut. Kentut bersifat universal karena ia tak memandang dari suku apa, agama apa, bangsa apa, atau warna kulitnya apa. Kentut juga mempunyai karakteristik dari segi suara dan aromanya. Dari segi kesehatan kentut dapat menjadi indikator penting, misalnya sehabis menjalankan operasi, biasanya pasien akan ditanyai dokter apakah ia sudah kentut. Tapi kehadirannya sering dianggap tidak penting, karena ia hadir ke atmosfer melalui jalur yang sering dianggap tabu untuk didiskusikan. Tetap saja kentut itu penting bagi siapa saja, termasuk Jokowi.

Siapa Jokowi? Kenapa kentut Jokowi menjadi penting? Setidaknya bagi saya ini penting bagi orang lain belum tentu.

Sebagai warganegara Indonesia yang sekarang mencalonkan diri menjadi presiden, Jokowi menjadi sosok penting yang dibicarakan oleh siapa saja, apalagi media. Istilahnya, tidak ada hari tanpa Jokowi atau Joko Widodo di media. Diskusi dan kajian tentang kentut Jokowi saya yakin belum menjadi bahan diskursus yang serius dan sering tak dibahas secara khusus. Tapi saya yakin seiring berjalannya waktu, segala aspek tentang Jokowi sudah habis dibahas media dan dibicarakan publik, maka aspek kentut yang menjadi isu menarik dan penting yang akan menjadi bahan bagi media dan pesaingnya.

Suatu saat nanti, saat Jokowi kentut orang akan memaknainya kedalam ranah politik. Contohnya, pada hari pertama Jokowi kentut, suaranya lembut, nyaris tak terdengar dan tak berbau. Lalu media dan pesaingnya mengklaim itu adalah pencitraan. "Masak kentut tidak bau, ini pasti pencitraan" komentar salah seorang pengamat politik di salah satu media elektronik. Sementara kelompok garis keras tak mau ketinggalan, mereka ramai menyerang dengan mengatakan "Itu kentut setan" karena tak bersuara dan tak berbau. Kelompok aliran lain lantas menuduh "pasti ada konspirasi global yang membuat kentut Jokowi tak bersuara. Ini harus dibongkar" papar mereka di media sosial. Hebatnya, ada pula yang menuduh Jokowi bukan penduduk bumi, "Dia alien" ujar mereka dengan tegas. Sementara, kelompok yang agak cerdas berusaha membahas kentut Jokowi secara ilmiah. Mereka akhirnya berkesimpulan, "Jokowi mengkonsumsi suplemen pewangi kentut yang secara signifikan mampu mereduksi aroma kentut sebesar 95 persen, dengan margin error +/- 2,5"

Esok hari, Jokowi kentut lagi. Tapi kali ini bersuara nyaring, dan beraroma tak sedap, seperti kentut-kentut mainstream lainnya. Ini pun tak luput dari perhatian media dan publik. Lagi- lagi ada yang berkesimpulan itu "pencitraan". Jokowi berusaha terkesan merakyat dengan memiliki kentut yang aromanya "merakyat" pula. Jokowi dituduh berusaha keras untuk membuat kentutnya berbau tak sedap, dilengkapi dengan ilustrasi Jokowi sedang menyantap pete dan jengkol, menggunakan software seperti photoshop. Kelompok aliran keras tak mau ketinggalan, mereka lagi-lagi berkoar-koar di media sosial mengatakan ini bukti  bahwa Jokowi adalah makhluk jenis omnivora yang memakan semua jenis makhluk di muka bumi. "Jokowi itu adalah pemangsa semua jenis kuliner, mulai ayam tangkap, rendang, gudeg, sate, hingga papeda, maka kentutnya seperti itu" tulis mereka. Lalu, kelompok yang agak terpelajar menuduh Jokowi sebagai agen asing, karena kentutnya dianggap mewakili kepentingan asing di Indonesia. "Kentut Jokowi memiliki agenda, ideologi politik dan ekonomi asing yang sangat berbahaya. Kentut Jokowi berpaham neo-liberalisme" terang mereka pada salah satu seminar di kampus.

Lalu, di hari ketiga, Jokowi belum kentut dan belum ada tanda- tanda akan kentut. Rupanya, Jokowi cukup resah dan gelisah karena dinamika kentutnya menjadi konsumsi publik, karena baginya itu adalah privasi. Ia mencoba menahan diri, agar tidak ada interpretasi tentang kentutnya lagi yang ujung- ujungnya menjurus pada fitnah. Jokowi sangat tahu bahaya fitnah. Ia coba tahan kentutnya agar tidak keluar, agar para pesaing dan musuhnya tidak lagi melakuan fitnah. Ia mencegah mereka melakukan dosa. Ia ikhlas.

Tapi, yang namanya orang iri, dengki, para pembenci tak mau tinggal diam. Kali ini mereka semakin yakin bahwa Jokowi itu penuh pencitraan dengan tidak kentut di hari itu. Mereka bangga dan bertepuk dada berkata "Lihat, pencitraan apalagi yang dibuat Jokowi. Ia tidak bisa kentut. Pemimpin macam apa yang tidak bisa kentut?"

Akhirnya, Jokowi pun meresponnya dengan tenang  dan senyum seperti biasa, sambil secara perlahan-lahan melepas kepergian kentut dengan suara sehalus mungkin. Ia tak tahan, Ia harus kentut hari itu juga. Dan ia tak ingin menzalimi angin yang harus keluar dari tubuhnya itu. 

Sunday, June 29, 2014

Aya dan Temannya

Salah satu perhatian penting orangtua terhadap anaknya adalah mengetahui dengan siapa mereka berteman dan bermain. Sebagai Ayah, saya sering memperhatikan anak yang sedang bermain, saya juga sering curi-dengar apa yang dibicarakan anak-anak dengan temannya. Ada yang lucu, aneh keluar dari mulut-mulut mungil mereka. Saya juga sering khawatir dan ikut "jantungan" saat mereka bereksperimen permainan baru. Apalagi, kalo melihat Rafa yang baru berusia 3 tahun, mulai rajin salto. Entah siapa yang dilihatnya, padahal, saya gak pernah salto dihadapan mereka, selain karena faktor usia, juga karena tak selincah mereka. Jika saltonya atau jungkir balik di atas tempat tidur, saya masih agak tenang, tapi saat melihat dia ancang-ancang salto di lantai, saya siap-siap melarang. Ada yang bilang, anak-anak tak boleh dilarang, tapi sebagai orang tua, kita perlu tahu mana yang dibolehkan dan mana yang harus dilarang. Untuk seumur Rafa, salto di lantai, saya haqqul yaqin itu harus dilarang. Setelah itu biasanya saya kasih alternatif aktivitas lain.

Baru-baru ini, Aya, putri saya yang berusia 6 tahun, masih TK, punya teman perempuan baru, yang usia 2 tahun di atas Aya, dan sekarang sudah kelas 2 SD. Sebut saja namanya Bela. Saya tak kenal orang tuanya, tapi mereka penghuni baru di komplek kami, yang rumahnya berada sekitar 50 meter dari rumah kami. Yang mengejutkan, ini serius membuat saya terkejut, atau tepatnya shock, Bela yang kelas 2 SD ini ternyata belum bisa membaca. Menurut saya, kalo masih kelas 1 belum bisa membaca, It's OK, karena masih belajar. Tapi, kalo kelas 2, saya bertanya dalam hati dan sering berdiskusi dengan istri saya. Dan kalo dia tak bisa membaca, kenapa dia bisa naik ke kelas 2?

Aya, mungkin agak unik. Walaupun secara khusus kami tak pernah mengajarinya baca-tulis, tapi kami membiarkan Aya mencorat-coret dinding sesukanya. Boleh pake pensil, spidol, crayon, dll. Walaupun terkadang, jadi gak enak saat tamu atau saudara datang mendapati rumah kami mulai dari ruang tamu hingga kamar tidur sudah seperti gallery lukisan abstrak. Dan, awal Aya bisa menulis namanya, ya di dinding rumah kami. Dengan bangga ia pamerkan kepada kami saat pertama kali ia berhasil menuliskan "AYA" (pakai huruf besar semua). Selain itu saya dan istri punya hobi membaca, juga sering membacakan cerita, dongeng, dari buku menjelang mereka tidur. Saya rasa kebiasaan melihat orang tuanya membaca, dan mendengarkan cerita sebelum tidur membuat Aya punya motivasi yang kuat untuk bisa membaca. Alhasil, tiap malam sebelum tidur Aya minta dibacakan cerita apa saja, baik dongeng, kisah-kisah teladan, dan lain-lain, yang penting ada sesuatu yang harus dibacakan.

Mungkin juga karena bebas menggambar di dinding, saya melihat Aya punya bakat menggambar. Sering ia menulis atau menggambar sesuatu di kertas kecil dan diwarnai, lalu memberikan kepada sebagai hadiah. Karya dan gambar Aya adalah cara dia mengekspresikan sayangnya kepada orang lain dengan memberikan sesuatu. Ya, dengan gambar atau tulisan. Pernah, dengan bangga ia tuliskan nama abang sepupunya di sebuah kertas, dan dengan penuh kebanggan menyerahkan kepada sepupu tersebut sebagai hadiah. Mungkin bagi mereka itu biasa, tapi bagi saya itu luar biasa.

Kembali ke Bela teman baru Aya. Karena agak susah bagi orang tua melarang anaknya bermain dengan siapa, karena di tempat tinggal kami anak-anak seusianya agak langka. Selain, kami tak ingin membiasakan anak-anak nonton TV, maka kami lebih memilih opsi anak bermain-main, berinteraksi secara langsung dengan temannya. Tapi saya dan istri tetap memantau. Jika mereka bermain di dalam rumah masih mudah dipantau, tapi saat bermain di luar rumah, kami sering mengintip dari jendela mereka dimana, atau sedang bermain apa. Apalagi, beberapa kasus di media tentang kekerasan terhadap anak makin membuat orang tua khawatir dan resah.

Istri saya pernah bilang, "Kita harus bisa memberikan pengaruh baik kepada teman anak-anak kita sebagai pencegahan agar anak kita tidak terpengaruh hal-hal yang tidak baik." Salah satu hal luar biasa yang sedang dan telah dilakukan istri saya adalah ia menjadi "relawan" yang mengajari Bela membaca. Disaat mereka bermain, ada waktu tertentu dimana istri saya mengajari Bela, tidak lama, sekitar 30an menit. Dan kita juga kaget, ternyata Bela bukan hanya tak bisa membaca, tapi juga tak hafal huruf. Dia masih susah membedakan "C" dan "G". Sesekali Rafa, anak laki-laki saya yang berusia 3 tahun ikut nimbrung memberitahukan bacaan yang tepat, walaupun masih cadel. Dampak positif lainnya, selain mengajarkan Bela, secara tidak langsung Rafa jadi ikut semangat melihat orang belajar. Ia mulai bisa membaca beberapa huruf.

Beberapa minggu lalu, anak SD sedang ujian naik kelas. Saya sempat tanya ke Bela, "Besok ada ujian apa Nak?" Dia jawab "Itu..tu ujian yang ada isi-isinya". Saya terdiam dan berfikir entah siapa yang patut disalahkan. Apakah sang anak, orangtua, guru, pihak sekolah atau sistem pendidikan? Bela, bahkan dia tidak tahu akan ujian apa esok hari, sementara sudah kelas 2.

Oiya, beberapa saat lalu anak SD sudah dibagi rapornya. Dan lagi-lagi saya kaget, ternyata Bela naik kelas 3. Selamat Bela, walau engkau belum bisa membaca.  

Tuesday, January 14, 2014

Maulid Nabi (Dialog imajiner dengan Nabi Muhammad SAW)

"Happy birthday ya Rasulullah", ucapku saat bertemu Nabi Muhammad SAW. Sang Rasul Allah cuma terdiam, sambil memandangku. Upss...mungkin aku salah, kuralat ucapanku "Salam kepadamu ya rasul, semoga rahmat dan berkah Allah dilimpahkan kepadamu wahai kekasih Allah". Pria lembut berpenampilan sederhana ini, masih terdiam tapi tatapan teduhnya tetap membuatku merasa salah tingkah. Salah apa yang telah kuperbuat pikirku.

Aku mulai salah tingkah. Dengan nada sungkan aku menjelaskan, "Mohon maaf baginda rasul, bukankah hari ini hari kelahiranmu, semua umatmu di seluruh dunia memperingatinya. Boleh dibilang milad mu ini adalah peringatan yang paling besar diperingati umat manusia, bahkan di kampungku, Aceh yang terkenal dengan syariat Islam, momen ini diperingati hingga tiga bulan lamanya"

Kini dengan tatapan serius ia memandangiku dan bertanya  "Apa yang membuat engkau, dan semua orang yang mengaku umatku memperingati hari ini dengan sangat meriah?"

"Hamba rasa itu sangat wajar duhai baginda. Kami memperingati miladmu agar kami bisa mengingatmu dan menjalankan semua amanahmu" jawabku.

"Lantas apa yang kalian lakukan?" tanyanya lagi.

"Maksudnya gimana ya rasul?" Aku mulai bingung. Tapi kulihat keningnya berkerut mungkin sedang berfikir. "Oh..begini..begini maksudnya" sebelum ia bersuara lagi aku angkat suara mencoba menjelaskan kepadanya.

"Untuk memperingatimu kami sudah mempersiapkan kenduri meriah, ceramah-ceramah agama dengan mengundang para da'i terkenal dan diakhiri dengan makan-minum sepuasnya, bahkan akan dihadiri ribuan atau mungkin puluhan ribu orang. Hebatnya di kalender hari ini ditandai dengan warna merah, artinya hari ini hari libur" aku mulai rileks menjelaskan padanya.

"Lihat saja, kami juga sudah memasang ucapan milad di baliho, spanduk, dan iklan-iklan lainnya. Hari ini semua orang mengucapkan selamat milad, bukankah itu luar biasa baginda" paparku dengan bangga. 

"Oh maaf hamba lupa, baginda silakan cicipi dulu makanan yang tersedia ini. Lihatlah ada daging ayam, kambing, bebek, ikan, roti, susu, kue-kue lezat dan aneka kuliner dari seluruh pelosok negeri tersaji untuk menghormatimu ya rasul" aku mempersilakan Muhammad untuk menyantap aneka jenis makanan yang tersaji lengkap"

Baginda rasul kini mulai tersenyum, tapi dia menolak untuk mencicipi makanan di hadapannya, seraya berkata.

"Aku hari ini berpuasa"

"Lho, ini kan hari Selasa, setahu hamba baginda menganjurkan puasa di hari Senin dan Kamis?" tanyaku heran.

"Begini, tadi pagi aku tak menemukan satupun makanan di rumahku, jadi dikuputuskan untuk berpuasa saja" jawab sang rasul.

"Jikapun aku tak sedang berpuasa belum tentu aku mau mencicipi makanan lezat ini" jawabnya lagi yang semakin memancing keheranananku.

"Kenapa baginda, apa yang salah dari makanan ini" tanyaku.

"Apakah engkau  bisa menjamin kehalalan makanan ini? Darimana uang yang diperoleh untuk membeli dan mengolahnya? Apa bukan uang dari hasil korupsi, menipu orang, menyuap, memeras, mencuri atau merampok? Atau jika uang milik negara, bukankah itu uang milik rakyat yang seharusnya digunakan untuk kepentingan rakyat, bukan malah dibuat kenduri yang hanya segelintir orang yang menikmati?" Nabi Muhammad mulai menceramahiku.

"Lantas engkau juga mengatakan bahwa peringatan miladku untuk mengingat semua perintahku. Apa betul kalian mengingatnya? Andaipun kalian ingat, apakah kalian menjalankan semua perkataan dan melanjutkan apa yang pernah kuperbuat? Kalian hapal semua sifatku, tapi kalian injak-injak praktiknya. Kalian diberi amanah, tapi malah mengingkarinya

"Mungkin engkau masih ingat pesanku untuk tidak menggambar atau memvisualisasikan wajahku dalam bentuk visual apapun. Tapi coba lihat semakin berserakannya wajah pemimpin kalian, ulama, orang yang engkau sebut tokoh, atau calon-calon yang ingin menjadi penguasa di negeri ini terpampang dengan narsisnya di jalan hingga bangunan bahkan pepohonan" Rasulullah kini seolah menginterogasiku.

"Apakah kau tahu betapa sakitnya pohon-pohon itu dipaku hanya untuk demi wajah mereka terpampang disana?" ucap Rasul sambil menunjuk salah satu pohon yang ditempeli poster caleg.

"Ttt...te..tetapi paduka" aku mulai terbata-bata.

Muhammad SAW langsung memotong "Nah, engkau mulai menyebutku paduka, padahal sebelumnya kau sebut aku baginda. Bukankah gelar paduka telah engkau sematkan kepada orang-orang yang belum tentu kau cintai. Hanya karena dia memiliki kekuatan dan pasukan, lantas kau tunduk padanya"

"Parahnya, orang yang engkau sebut ulama yang sangat hapal dan melahap semua haditsku ternyata berperilaku penjahat. Walau tak semua, mereka tak berbuat apa-apa bahkan menjadi bagian dari pemerintah zalim yang mengeruk uang rakyat untuk kepentingan sendiri dan golongan mereka"

Waduh, Rasulullah kok paham betul kondisi bangsaku ini ya, apa beliau baca koran? tanyaku dalam hati.

"Aku tahu apa yang engkau pikirkan anak muda. Satu lagi, yang lebih menyedihkan bagiku, engkau memproklamirkan, mengumumkan ke seluruh dunia bahwa bangsamu adalah bangsa yang telah menjalankan syariatku hanya dengan mengatur "dunia fashion". Kau cambuk pejudi, kau buat malu kaum hawa tapi kau biarkan koruptor bahkan kau sanjung-sanjung mereka" nada baginda Rasul agak meninggi.

"Penguasamu mengklaim kebenaran padahal itu kebenaran menurut versi mereka, sehingga rakyatmu dilanda kegalauan mana yang sesungguhnya yang haq dan yang bathil. Dan masih banyak lagi tak sanggup kuurai satu persatu. Engkau lebih tahu anak muda"

Aku tertunduk dan memejamkan mataku.

Tiba-tiba, aku tidak melihat lagi sosok baginda Rasul Muhammad SAW dihadapanku. Dia menghilang. Dan aku terjaga dari mimpi, seraya mendengarkan sorak-sorai orang yang berteriak "Goollll..." Ternyata tadi adalah dialog imajinerku dengan Muhammad SAW.

Aku melihat jam, yang angkanya menunjukkan jam 3 pagi. Oh, ternyata teriakan "gol" tadi berasal dari warung kopi yang jaraknya tak jauh dari rumahku. Malam itu ada siaran langsung liga Inggris, yang kutahu salah satunya adalah klub yang berjulukan "setan merah".

Ah, gara-gara gol itu, perjumpaanku dengan Rasulullah walau hanya melalui mimpi buyar. Kuterobos dinginnya subuh itu dan bergegas mengambil wudhu'. Semoga hari ini aku mampu bertahajjud.

Ampuni aku Ya Allah.