Sebagai manusia normal,
kita tentu pernah kentut. Kentut bersifat universal karena ia tak memandang dari
suku apa, agama apa, bangsa apa, atau warna kulitnya apa. Kentut juga mempunyai
karakteristik dari segi suara dan aromanya. Dari segi kesehatan kentut dapat
menjadi indikator penting, misalnya sehabis menjalankan operasi, biasanya
pasien akan ditanyai dokter apakah ia sudah kentut. Tapi kehadirannya sering
dianggap tidak penting, karena ia hadir ke atmosfer melalui jalur yang sering
dianggap tabu untuk didiskusikan. Tetap saja kentut itu penting bagi siapa
saja, termasuk Jokowi.
Siapa Jokowi? Kenapa kentut Jokowi menjadi penting?
Setidaknya bagi saya ini penting bagi orang lain belum tentu.
Sebagai warganegara Indonesia yang sekarang mencalonkan diri
menjadi presiden, Jokowi menjadi sosok penting yang dibicarakan oleh siapa
saja, apalagi media. Istilahnya, tidak ada hari tanpa Jokowi atau Joko Widodo
di media. Diskusi dan kajian tentang kentut Jokowi saya yakin belum menjadi bahan
diskursus yang serius dan sering tak dibahas secara khusus. Tapi saya yakin seiring
berjalannya waktu, segala aspek tentang Jokowi sudah habis dibahas media dan
dibicarakan publik, maka aspek kentut yang menjadi isu menarik dan penting yang
akan menjadi bahan bagi media dan pesaingnya.
Suatu saat nanti, saat Jokowi
kentut orang akan memaknainya kedalam ranah politik. Contohnya, pada hari
pertama Jokowi kentut, suaranya lembut, nyaris tak terdengar dan tak berbau.
Lalu media dan pesaingnya mengklaim itu adalah pencitraan. "Masak kentut
tidak bau, ini pasti pencitraan" komentar salah seorang pengamat politik
di salah satu media elektronik. Sementara kelompok garis keras tak mau
ketinggalan, mereka ramai menyerang dengan mengatakan "Itu kentut setan"
karena tak bersuara dan tak berbau. Kelompok aliran lain lantas menuduh
"pasti ada konspirasi global yang membuat kentut Jokowi tak bersuara. Ini
harus dibongkar" papar mereka di media sosial. Hebatnya, ada pula yang
menuduh Jokowi bukan penduduk bumi, "Dia alien" ujar mereka dengan
tegas. Sementara, kelompok yang agak cerdas berusaha membahas kentut Jokowi
secara ilmiah. Mereka akhirnya berkesimpulan, "Jokowi mengkonsumsi
suplemen pewangi kentut yang secara signifikan mampu mereduksi aroma kentut
sebesar 95 persen, dengan margin error +/- 2,5"
Esok hari, Jokowi kentut lagi.
Tapi kali ini bersuara nyaring, dan beraroma tak sedap, seperti kentut-kentut
mainstream lainnya. Ini pun tak luput
dari perhatian media dan publik. Lagi- lagi ada yang berkesimpulan itu
"pencitraan". Jokowi berusaha terkesan merakyat dengan memiliki
kentut yang aromanya "merakyat" pula. Jokowi dituduh berusaha keras
untuk membuat kentutnya berbau tak sedap, dilengkapi dengan ilustrasi Jokowi
sedang menyantap pete dan jengkol, menggunakan software seperti photoshop. Kelompok aliran keras tak mau
ketinggalan, mereka lagi-lagi berkoar-koar di media sosial mengatakan ini bukti
bahwa Jokowi adalah makhluk jenis
omnivora yang memakan semua jenis makhluk di muka bumi. "Jokowi itu adalah
pemangsa semua jenis kuliner, mulai ayam tangkap, rendang, gudeg, sate, hingga
papeda, maka kentutnya seperti itu" tulis mereka. Lalu, kelompok yang agak
terpelajar menuduh Jokowi sebagai agen asing, karena kentutnya dianggap
mewakili kepentingan asing di Indonesia. "Kentut Jokowi memiliki agenda, ideologi politik dan ekonomi asing yang sangat berbahaya. Kentut Jokowi
berpaham neo-liberalisme" terang mereka pada salah satu seminar di kampus.
Lalu, di hari ketiga, Jokowi
belum kentut dan belum ada tanda- tanda akan kentut. Rupanya, Jokowi cukup
resah dan gelisah karena dinamika kentutnya menjadi konsumsi publik, karena
baginya itu adalah privasi. Ia mencoba menahan diri, agar tidak ada
interpretasi tentang kentutnya lagi yang ujung- ujungnya menjurus pada fitnah.
Jokowi sangat tahu bahaya fitnah. Ia coba tahan kentutnya agar tidak keluar,
agar para pesaing dan musuhnya tidak lagi melakuan fitnah. Ia mencegah mereka melakukan
dosa. Ia ikhlas.
Tapi, yang namanya orang iri,
dengki, para pembenci tak mau tinggal diam. Kali ini mereka semakin yakin bahwa
Jokowi itu penuh pencitraan dengan tidak kentut di hari itu. Mereka bangga dan
bertepuk dada berkata "Lihat, pencitraan apalagi yang dibuat Jokowi. Ia tidak
bisa kentut. Pemimpin macam apa yang tidak bisa kentut?"
Akhirnya, Jokowi pun meresponnya
dengan tenang dan senyum seperti biasa,
sambil secara perlahan-lahan melepas kepergian kentut dengan suara sehalus mungkin. Ia tak tahan,
Ia harus kentut hari itu juga. Dan ia tak ingin menzalimi angin yang harus keluar dari tubuhnya itu.
No comments:
Post a Comment