Thursday, December 26, 2013

9 Tahun, Aku Masih Rindu



Tadi malam, sama dengan malam kemarin, kemarin lusa, dan kemarin-kemarin lagi. Menjelang 26 Desember, sejak 9 tahun lalu perasaan ini tak menentu. Rindu, ada pilu. Tapi tahun lalu, sempat ada "hadiah" berupa mimpi-mimpi bertemu dengan orang-orang yang kusayang, orang-orang yang kurindu. Desember tahun ini, Allah mungkin belum memberikan mimpi itu. Entah apa maksud-Nya.

Pertanyaan "maksud" juga sempat kupertanyakan kepada Allah 9 tahun lalu. Apa maksudnya, tiba-tiba ada gempa, tiba-tiba ada tsunami, dan tiba-tiba Ayah, Mamak, Istriku Sarah yang sedang hamil, adik-adikku, dan sodara-sodaraku, dan kerabat-kerabatku lain menghilang. Apa maksud dari semua ini ya Allah, tanyaku 9 tahun lalu. Orang-orang bijak, penceramah, orang-tua, hingga media massa sepakat menyuruh kita untuk mengambil hikmah dari kejadian yang kemudian terkenal dengan nama tsunami Aceh.

Pertanyaanku, hikmah yang seperti apa? Aku belum mengerti. Yang pasti sejak mendarat di Aceh, pada 27 Desember 2004, atau hari ketiga, aku tak sanggup lagi membendung air mata, aku menangis, walaupun belum tahu bagaimana nasib orang-orang yang kusayang. Cuma, Cek Ni, atau om ku yang menjemput di bandara sempat bilang, "Kak Ani (kakak kandungku) ada di rumah, selamat. Yang lain belum tahu" katanya sambil menatapku, dan tak tahu mau bicara apa lagi. Kutahan tangisku. Dia cuma bisa bilang, "sabar dek, sabar" dan menyuruhku istighfar. Kuikuti kata-katanya, sambil memandang jenazah korban tsunami yang dikumpulkan di dekat jembatan Lambaro. Mereka tertutup plastik, ada juga kain. Aku tak bisa melihat dengan jelas, selain malam listrik pun mati.

Malam-malam setelah itu kulalui dengan mimpi-mimpi kehadiran orang-orang kusayang. Cerita dalam mimpi, tidak seperti dalam mimpi. Ceritanya adalah kejadian biasa, seolah tak terjadi apa-apa. Pernah suatu saat, beberapa hari setelah tsunami kubermimpi istriku Sarah, dan ibu mertua menggunakan gaun hijau cantik, anggun. Mereka sedang mengaji. Aku memanggilnya, cuma itu saja. Aku ingat surah yang dibacakannya. Bangun bagi perasaanku diaduk lagi. Rindu, dan haru. Lagi-lagi, kubertanya apa maksud mimpi itu.

Juga masih teringat mimpi tahun lalu. Saat aku pulang ke rumah mengambil sarung, Mamak, atau Ibu menyambutku lengkap dengan mukena putuhnya, layaknya habis shalat atau mengaji. Dalam mimpi itu kami berpelukan dan ia menciumku seperti masa kecil dulu, pipi kami saling beradu. Aku menangis, air mataku tumpah ruah, basah. Wajah mamak berseri-seri, putih, terus tersenyum. Aku tak kan lupa hidungnya yang cantik itu. Akhirnya aku pamit menggunakan sarung yang sempat ia berikan, sarung kotak-kotak. Oh, ternyata itu hanya mimpi. Dapat kurasakan bantal yang kugunakan basah oleh air mataku. Kulihat sarungku, persis di dalam mimpi, sarung kotak-kotak.

Mungkin itu salah satu mimpi terindah yang pernah kurasa. Mamak seolah nyata.
Hari ini, 26 Desember 2013, telah 9 tahun berlalu. Adalah, seperti ritual bagiku untuk berdoa secara khusus setiap 26 Desember. Walau sebenarnya, setiap hari, di setiap shalatku selalu ku berdoa agar Allah melapangkan kubur mereka, dan memberikan surga bagi syuhad tsunami. Tapi, entah kenapa 26 Desember selalu berbeda.

Hingga saat itu, aku tak tahu pasti dimana semua keluargaku dimakamkan. Tapi, aku punya feeling yang tak mampu kujelaskan secara logika, ada satu kuburan massal yang saat aku memasukinya, tubuh ini mendadak bergetar, ada haru yang mendalam, ada rasa yang tak bisa kujelaskan. Ya, kusimpulkan, mungkin salah satu dari mereka ada disini, ya di kuburan masal Gampong Siron. Menurut catatan, di dalam kuburan masal ini terdapat 46.718 jiwa syuhada tsunami.

Tidak hanya aku yang kehilangan orang-orang yang disayang, bahkan tak tahu dimana kuburnya. Aku bersama puluhan ribu bahkan ratusan ribu warga Aceh yang tak tahu dimana makam keluarganya. Lagi-lagi aku bertanya, apa maksud ini semua?

Beberapa pertanyaanku tentang makna ini sempat terjawab, beberapa puzzle yang diberikan Allah mulai kususun, dan kumengerti maknanya. Mungkin ini cara Allah melatih kesabaranku, kesabaran kita. Dia menguji kita, dengan hal-hal yang tak pernah kita pikirkan. Dia menguji dengan pelajaran-pelajaran yang tak pernah kita kenal apalagi pelajari. Jauh berbeda dengan ujian sekolah, untuk mata pelajaran matematika, pasti yang diuji tentang matematika, bukan pelajaran sejarah. Ujian dari Allah memang maha beda.

Walaupun belum ada jawaban lengkap, tapi aku yakin Allah masih dan sedang mempersiapkan sesuatu untukku, dan untuk kita semua dengan cara-cara tidak kita duga, tak pernah terfikirkan sebelumnya, Ia juga sedang menghadiahi kita oleh sesuatu yang tak pernah kita impikan sebelumnya, karena Ia Maha Penguasa Rencana.
Aku masih bermimpi, dan terus ingin bermimpi.

Doaku untuk Ayah, Mamak, Sarah, ibu mertua, adik-adikku, dan para syuhada korban tsunami. Allahumaghfirlahum, warhamhum, wa'afihi wa'fuanhum....


Friday, December 20, 2013

Asal Kopi Gayo itu Dari Surga

Alkisah, duluuu-sedulu-dulunya zaman dahulu. Saat Nabi Adam, nenek moyangku,moyangmu, dan nenek moyang kita semua yang mengaku manusia, meninggalkan surga menuju bumi. Menurut cerita-cerita Adam menginjakkan kaki ke bumi pertama di wilayah yang sekarang di kenal dengan nama Sri Lanka. Ada yang bilang di India. Eh,ada juga yang bilang di Finlandia, atau negara-negara Eropa. Yang pasti banyak pendapat yang tak sependapat tentang lokasi persis pertama Adam. Saya tak ingin dan merasa tak harus merepotkan itu dulu, karena itu domain ahli sejarah. Sedangkan saya hanya ahli famili.

Yang di atas itu sejarah. Biasanya sejarah tidak berdiri sendiri, ada cerita, kisah, dongeng, perspektif lain hingga joke yang mendukung sejarah itu. Nah, cerita saya ini mungkin tidak termasuk dari kategori itu semua, mungkin fiksi, imajinasi, atau bisa jadi terjadi. Who knows!

Apa ceritanya? Ini ceritanya.

Dulu yang sedulu-dulu itu, saat Nabi Adam turun ke bumi, beliau sempat "menyeludupkan" atau membawa serta beberapa jenis makanan atau bijian dan resep kuliner dari surga. Salah satunya biji kopi. Karena perjalanan dari surga ke bumi itu sangat jauuuuh, maka biji kopi yang sampai ke bumi itu diduga mengalami proses kontaminasi, perubahan iklim, yang pasti sudah tak seenak yang di surga. Itu pasti. Kalo biji kopi di surga masih ori.

Dalam perjalanan Adam mencari pasangannya Siti Hawa, yang katanya juga membutuhkan waktu sampe 40 tahun lamanya, Adam menjelajahi berbagai wilayah, gunung, bukit, padang pasir, hingga padang rumput. Suatu ketika beliau sampa di wilayah yang lumayan dingin, banyak bukit, ada juga gunung. Karena dingin, beliau menghangatkan diri, sambil mengolah biji kopi yang dibawanya itu. Sambil menyeruput kopi surga, Adam berfikir, ini kopi lama-lama bisa habis juga, jadi harus diperbanyak. Hmm, OK, esoknya ia mengambil satu biji kopi itu dan mulai menanamnya. Ternyata, menurut dugaan saya, lokasi penanaman biji kopi itu bertempat di (sekarang namanya) Aceh, tepatnya di Tanah Gayo, (wilayah Aceh Tengah).

Syukur, sampe sekarang biji kopi titipan surga itu bisa kita rasakan, bahkan berkembang menjadi yang dikenal sekarang Arabika dan Robusta. Percaya ato tidak, itu adalah teori saya, ya saya sendiri. Teori yang sungguh tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah tapi dapat dirasakan oleh lidah. Ya, karena kopi gayo adalah kopi "titipan" surga untuk umat manusia, cucu Adam.

Aneh bukan? Asal aja orang pikir? Saya sendiri merasa aneh setelah mengklaim ini. Semoga tak ada yang marah, janganlah marah karena marah temannya setan. Janganlah berteman dengan setan walopun setan itu suka berteman. Nabi Adam saja sempat ikut kata setan "dikirim" Allah turun ke bumi. Nah, kalo kita ikut kata setan akan kemana lagi selain bumi?

Selamat menikmati kopi. Kopi apa aja Gayo bole, UleeKareng boleh, Papua boleh, Vietnam bole. Afrika lanjut. Asal jangan bertengkar dan asah parang hanya karena tidak sependapat tentang kopi. Gak asik aja!