Tuesday, January 14, 2014

Maulid Nabi (Dialog imajiner dengan Nabi Muhammad SAW)

"Happy birthday ya Rasulullah", ucapku saat bertemu Nabi Muhammad SAW. Sang Rasul Allah cuma terdiam, sambil memandangku. Upss...mungkin aku salah, kuralat ucapanku "Salam kepadamu ya rasul, semoga rahmat dan berkah Allah dilimpahkan kepadamu wahai kekasih Allah". Pria lembut berpenampilan sederhana ini, masih terdiam tapi tatapan teduhnya tetap membuatku merasa salah tingkah. Salah apa yang telah kuperbuat pikirku.

Aku mulai salah tingkah. Dengan nada sungkan aku menjelaskan, "Mohon maaf baginda rasul, bukankah hari ini hari kelahiranmu, semua umatmu di seluruh dunia memperingatinya. Boleh dibilang milad mu ini adalah peringatan yang paling besar diperingati umat manusia, bahkan di kampungku, Aceh yang terkenal dengan syariat Islam, momen ini diperingati hingga tiga bulan lamanya"

Kini dengan tatapan serius ia memandangiku dan bertanya  "Apa yang membuat engkau, dan semua orang yang mengaku umatku memperingati hari ini dengan sangat meriah?"

"Hamba rasa itu sangat wajar duhai baginda. Kami memperingati miladmu agar kami bisa mengingatmu dan menjalankan semua amanahmu" jawabku.

"Lantas apa yang kalian lakukan?" tanyanya lagi.

"Maksudnya gimana ya rasul?" Aku mulai bingung. Tapi kulihat keningnya berkerut mungkin sedang berfikir. "Oh..begini..begini maksudnya" sebelum ia bersuara lagi aku angkat suara mencoba menjelaskan kepadanya.

"Untuk memperingatimu kami sudah mempersiapkan kenduri meriah, ceramah-ceramah agama dengan mengundang para da'i terkenal dan diakhiri dengan makan-minum sepuasnya, bahkan akan dihadiri ribuan atau mungkin puluhan ribu orang. Hebatnya di kalender hari ini ditandai dengan warna merah, artinya hari ini hari libur" aku mulai rileks menjelaskan padanya.

"Lihat saja, kami juga sudah memasang ucapan milad di baliho, spanduk, dan iklan-iklan lainnya. Hari ini semua orang mengucapkan selamat milad, bukankah itu luar biasa baginda" paparku dengan bangga. 

"Oh maaf hamba lupa, baginda silakan cicipi dulu makanan yang tersedia ini. Lihatlah ada daging ayam, kambing, bebek, ikan, roti, susu, kue-kue lezat dan aneka kuliner dari seluruh pelosok negeri tersaji untuk menghormatimu ya rasul" aku mempersilakan Muhammad untuk menyantap aneka jenis makanan yang tersaji lengkap"

Baginda rasul kini mulai tersenyum, tapi dia menolak untuk mencicipi makanan di hadapannya, seraya berkata.

"Aku hari ini berpuasa"

"Lho, ini kan hari Selasa, setahu hamba baginda menganjurkan puasa di hari Senin dan Kamis?" tanyaku heran.

"Begini, tadi pagi aku tak menemukan satupun makanan di rumahku, jadi dikuputuskan untuk berpuasa saja" jawab sang rasul.

"Jikapun aku tak sedang berpuasa belum tentu aku mau mencicipi makanan lezat ini" jawabnya lagi yang semakin memancing keheranananku.

"Kenapa baginda, apa yang salah dari makanan ini" tanyaku.

"Apakah engkau  bisa menjamin kehalalan makanan ini? Darimana uang yang diperoleh untuk membeli dan mengolahnya? Apa bukan uang dari hasil korupsi, menipu orang, menyuap, memeras, mencuri atau merampok? Atau jika uang milik negara, bukankah itu uang milik rakyat yang seharusnya digunakan untuk kepentingan rakyat, bukan malah dibuat kenduri yang hanya segelintir orang yang menikmati?" Nabi Muhammad mulai menceramahiku.

"Lantas engkau juga mengatakan bahwa peringatan miladku untuk mengingat semua perintahku. Apa betul kalian mengingatnya? Andaipun kalian ingat, apakah kalian menjalankan semua perkataan dan melanjutkan apa yang pernah kuperbuat? Kalian hapal semua sifatku, tapi kalian injak-injak praktiknya. Kalian diberi amanah, tapi malah mengingkarinya

"Mungkin engkau masih ingat pesanku untuk tidak menggambar atau memvisualisasikan wajahku dalam bentuk visual apapun. Tapi coba lihat semakin berserakannya wajah pemimpin kalian, ulama, orang yang engkau sebut tokoh, atau calon-calon yang ingin menjadi penguasa di negeri ini terpampang dengan narsisnya di jalan hingga bangunan bahkan pepohonan" Rasulullah kini seolah menginterogasiku.

"Apakah kau tahu betapa sakitnya pohon-pohon itu dipaku hanya untuk demi wajah mereka terpampang disana?" ucap Rasul sambil menunjuk salah satu pohon yang ditempeli poster caleg.

"Ttt...te..tetapi paduka" aku mulai terbata-bata.

Muhammad SAW langsung memotong "Nah, engkau mulai menyebutku paduka, padahal sebelumnya kau sebut aku baginda. Bukankah gelar paduka telah engkau sematkan kepada orang-orang yang belum tentu kau cintai. Hanya karena dia memiliki kekuatan dan pasukan, lantas kau tunduk padanya"

"Parahnya, orang yang engkau sebut ulama yang sangat hapal dan melahap semua haditsku ternyata berperilaku penjahat. Walau tak semua, mereka tak berbuat apa-apa bahkan menjadi bagian dari pemerintah zalim yang mengeruk uang rakyat untuk kepentingan sendiri dan golongan mereka"

Waduh, Rasulullah kok paham betul kondisi bangsaku ini ya, apa beliau baca koran? tanyaku dalam hati.

"Aku tahu apa yang engkau pikirkan anak muda. Satu lagi, yang lebih menyedihkan bagiku, engkau memproklamirkan, mengumumkan ke seluruh dunia bahwa bangsamu adalah bangsa yang telah menjalankan syariatku hanya dengan mengatur "dunia fashion". Kau cambuk pejudi, kau buat malu kaum hawa tapi kau biarkan koruptor bahkan kau sanjung-sanjung mereka" nada baginda Rasul agak meninggi.

"Penguasamu mengklaim kebenaran padahal itu kebenaran menurut versi mereka, sehingga rakyatmu dilanda kegalauan mana yang sesungguhnya yang haq dan yang bathil. Dan masih banyak lagi tak sanggup kuurai satu persatu. Engkau lebih tahu anak muda"

Aku tertunduk dan memejamkan mataku.

Tiba-tiba, aku tidak melihat lagi sosok baginda Rasul Muhammad SAW dihadapanku. Dia menghilang. Dan aku terjaga dari mimpi, seraya mendengarkan sorak-sorai orang yang berteriak "Goollll..." Ternyata tadi adalah dialog imajinerku dengan Muhammad SAW.

Aku melihat jam, yang angkanya menunjukkan jam 3 pagi. Oh, ternyata teriakan "gol" tadi berasal dari warung kopi yang jaraknya tak jauh dari rumahku. Malam itu ada siaran langsung liga Inggris, yang kutahu salah satunya adalah klub yang berjulukan "setan merah".

Ah, gara-gara gol itu, perjumpaanku dengan Rasulullah walau hanya melalui mimpi buyar. Kuterobos dinginnya subuh itu dan bergegas mengambil wudhu'. Semoga hari ini aku mampu bertahajjud.

Ampuni aku Ya Allah.