BAGIAN 4
Shenny
Panggilannya Shenny. Tapi
pengucapannya seperti mengucapkan kata "Syeitan", pake huruf
"Syen". Huruf "S" diucapkan dengan tebal. Bagiku penggunaan
huruf untuk namanya mubazir, huruf "N" nya aja dua kali. Gak ngerti
kenapa ayahnya menamakan itu. Oya, tak lupa nama ayahnya menyertai di belakang,
Sunarto. Lengkapnya Shenny Sunarto. Siapa tau nama ibunya Sunarti. Siapa tau,
aku gak tau, karena gak pernah tanya. Malu lah, anak SMP nanya-nanya nama ibu
orang.
Tapi walopun namanya terkesan
mubazir, sesungguhnya wajahnya tidak. Justru proporsional, simetris, akurat,
tata letak yang elegan. Aku permudah dengan satu kata: cantik, manis, teduh.
Lho kok tiga kata? Gak apa, ternyata satu kata gak cukup mewakili. Aku dan
kawan-kawan sering bilang dia itu mirip Gladys Suwandhi, penyanyi dan bintang
pelem yang terkenal di masa jayanya. (Di bawah ini fotonya. Mirip kan? Gak mirip ya?)
Shenny adalah kembang kelas.
Kelasku. Dia idola. Idola anak laki pasti. Aku dan teman sebangkuku punya nama
nama samaran atau kode khusus untuknya, "Dodol". Simpel aja, karena
dia idola, jadi diolah aja katanya menjadi "Idol..Dol", maka jadilah
"Dodol" . Betol memang dia idola, karena disukai 99% siswa cowok di
kelasku, 80% di kelas lain. Bicaranya yang lembut, santun, dan tenang memperkuat
"dodol" nya itu.
Contoh percakapannya kayak
gini:
"Eh, liat tuh si Dodol
mau ke kantin" kata temanku.
"Iya, jangan-jangan si
Dodol mau beli dodol" jawabku.
Kami sebut dodol untuk
menyamarkan percakapan, supaya orang-orang gak tau kalo kami omongin Shenny.
Shenny juga wangi, sewangi
bayi. Karena dia pake minyak-minyakan untuk bayi, yang entah apa namanya.
Terkadang tercium aroma segar minyak kayu putih, jika aku berdekatan dengannya,
sejauh 1 meter. Dia anggun. Aku yakin, saat ia senyum tak ada lagi sisa cabe
atau sayuran yang nempel di giginya. Semuanya menyingkir secara otomatis.
Melihat Shenny setiap diantar
sekolah oleh ayahnya laksana melihat bidadari yang turun dari minibus. Karena
memang dia diantar pake mobil berjenis minibus.
Tidak hanya cantik, Shenny juga cerdas, tulisannya cantik dan rapi. Aku sering pinjam catatannya untuk sekadar mengagumi kenapa ada tulisan sebagus itu, rapih seperti pake komputer, dengan jenis font Arial. Jangan-jangan jemarinya sudah terprogram dan mengandung listrik, atau unsur komputer lainnya.
Terus terang,terang terus aku
suka Shenny. Suka aja. Aku kagum padanya, kenapa ada cewek semanis itu di kelas
ini. Aku yakin ini perwujudan keadilan Tuhan yang menempatkan Shenny di kelas
kami. Tidak hanya aku, 99% siswa laki ato cowok di kelasku juga menyukainya. 1%
lagi gak jelas. Disebabkan terlalu banyak lelaki yang suka padanya, tak ada
keberanianku untuk nembak, atau sekadar bilang "Kamu cantik". Karena
saat aku SMP dulu memang belum ada kekuatan untuk nembak cewek. Aku dan
beberapa cowok lain cuma menjadi para secret
admirer yang mengagumi dan membicarakannya dengan penuh antusias dan
imajinasi.
Bisa jadi kelas SMP adalah masa
transisi, ya transisi dari sekolah di dasar ke sekolah menengah, atau agak
tinggi dikit. Dari tak ada fisika, jadi mulai belajar fisika. Dari pake celana
merah, jadi celana biru. Bagi cowok yang paling penting yaitu ini adalah
transisi dan masa penyesuaian pasca disunat.
Uniknya kesukaan para cowok
menjelang akil balig ini bersifat kolektif. Teman sebangkuku, namanya Jeko juga
suka, teman di depannya juga suka, teman di depannya lagi suka juga, teman
disampingya apalagi. Tapi kami semua gak ada yang berani ungkapin perasaan, apalagi
nembak. Ngobrol dengannya biasanya kalo lagi perlu pinjam Stip Ex.
"Shen, pinjam Tip Ex nya boleh" pintaku.
"Boleh, ambil aja"
jawab Shenny sambil menunjuk sesuatu di atas mejanya"
Aku pun speechless. Rasanya berat sekali lidah ini untuk berbicara panjanga
lebar, atau tanya-tanya yang lain. Aku berharap Shenny mengajakku berbicara
lagi, tapi dia kembali dengan catatannya. Mungkin aja dia sedang mulis
"Catatan Si Shenny". Langsung kuambil Stip Ex Shenny, kutuliskan "Guns
N Roses" di mejaku pake Stip Ex
nya yang berwarna putih itu. Sehabis menulis, kukembalikan lagi itu barang,
suatu saat akan kupinjam lagi ujarku dalam hati.
Shenny bukan sombong, cuma
pelit bicara aja kayaknya. Tapi dia baik, mungkin agak pemalu. Perasaan paling top markotop saat itu adalah
saat Shenny senyum. Oh, rasanya pelajaran Matematika jadi seasik main bola, belajar
teori-teori Fisika serasa minum air es kelapa di siang bolong dengan suhu 40
derajat celcius.
7
Hipotesisku bahwa mayoritas
cowok suka Shenny terbukti saat hari raya, atau lebaran. Biasanya saat lebaran
kita saling silaturrahmi ke rumah guru dan rumah teman. Rumah Shenny cukup jauh
untuk kami-kami yang cuma bisa naik kereta (sepeda motor), kereta pinjaman
punya orang tua. Seorang kawan, namanya Mahmud, naek Vespa. Punya ayahnya juga.
Dimanakah rumahnya? Ya, rumahnya jauh di dekat bandara Blang Bintang sana.
Kira-kira satu jam naek kereta, kalo bocor ban bisa dua, tiga jam karena harus
dorong, dan jalannya belum semulus sekarang.
Karena kesukaan terhadap Shenny
bersifat kolektif, maka saat lebaran kami juga pergi ke rumahnya bersama-sama,
bisa 4 atau 5 kereta, dikalikan dua penumpang, totalnya 10 siswa cowok yang
sedang mencari cinta pergi ke satu sasaran. Aku lebih sering dibonceng kawan, lebih
asik dibonceng juga.
Sambutan keluarganya hangat
dan ibunya ramah. Adiknya juga asik. Tapi sasaran kami cuma satu, bisa salam
sama Shenny. Kalo bukan saat lebaran kapan bisa salaman dengan dia. Salaman
adalah satu-satunya cara untuk bisa menyentuh lembutnya tangan Shenny. Momen
itu menjadi pembuktian bahwa tangannya tak ada tato tengkorak, seperti yang digosipkan orang-orang yang iri dengki,
dan suka menghasut. Kami membuktikan tato
tengkorak itu fitnah. Orang suka fitnah bisa masuk neraka kata guru agama.
Belum 10 menit di rumah Shenny,
tiba-tiba datang rombongan sirkus lain.Ternyata kawan-kawan lain dari kloter
yang berbeda, grup berbeda juga berlebaran ke rumah Shenny. Jumlah mereka 5
orang, ada anak dari kelas lain pula. Tuh kan hipotesisku terbukti. Ngapain
coba jauh-jauh ke rumah Shenny.
Akhirnya, 15 orang berdesakan
di rumah Shenny yang sederhana. Walopun bersaing, kami tidak pernah bermusuhan,
malah ketawa-ketiwi. Ulok sana, ulok sini. (Ulok artinya cerita-cerita
lucu, bohong, dan cerita-cerita gak penting lainnya). Cuma 1 orang yang
terlihat jaim dan terkesan berwibawa saat itu, dia duduk di sudut kanan dekat
jendela. Orangnya ganteng, namanya Romy. Disaat kami terbahak- bahak mendengar
cerita si Raul (singkatan untuk Raja Ulok),
padahal namanya Paijul, si Romy hanya senyum-senyum sambil memeluk erat helm nya.
Aku rasa dia sedang sesak beol. Ngapain pulak helm dibawa-bawa ke dalam rumah,
tanyaku dalam hati. Jangan-jangan ada bom di balik helmnya itu. Ah, gak
mungkin, Romy terlalu lugu untuk buat bom. Liat ayam disembelih aja dia ikut
nangis. Tapi, benda di dalam helmnya itu masih misteri. Ya, misteri paling
misteri di hari fitri.
Setelah hampir satu jam asik
ngobrol dan ketawa kami pun pamit pulang. Satu persatu, kami salam lagi dengan Shenny.
Aseeeek salaman lagi.
Tiba-tiba...terlihat satu..dua,
tiga jeruk berwarna oranye jatuh dan bergelinding di lantai. Sumbernya dari
helm Romy. Akhirnya misteri di balik helm Romy terbongkar, ternyata dia bawa
jeruk yang dibungkus plastik keresek, dan disembunyikan di balik helm. Nasib
apes, plastiknya jebol, dan jeruk-jeruk lepas dengan bebas, bergelinding senang
kesana kemari.
"Apa tu jatuh" tanya
Shenny.
"Eh..eh..anu...itu..anu...
jeruk" jawab Romy malu-malu.
Ya, kita juga semua tahu itu
jeruk, bukan duren.
Ternyata sebelum berangkat ke
rumah Shenny, si Romy sempatin beli jeruk manis itu 2 kilo. Maksudnya mungkin
mau kasih hadiah atau surprise ke Shenny. Tapi niatnya urung, melihat kami yang
rame-rame ke rumah Shenny. Mungkin dia mau kasih pas kawan-kawan lain udah
pulang, supaya gak terlihat. Wajah Romy
yang putih itu memerah karena malu. Sementara wajah kami juga memerah karena
tertawa.
Akhirnya jeruk itu tetap diberi
untuk Shenny, karena memang Romy membelikannya untuk Shenny, walau dengan
keadaan plastik kresek jebol.
**Mari Bung....Mari Bersambung***
No comments:
Post a Comment