Friday, November 29, 2013

Shenny

BAGIAN 4
Shenny

Panggilannya Shenny. Tapi pengucapannya seperti mengucapkan kata "Syeitan", pake huruf "Syen". Huruf "S" diucapkan dengan tebal. Bagiku penggunaan huruf untuk namanya mubazir, huruf "N" nya aja dua kali. Gak ngerti kenapa ayahnya menamakan itu. Oya, tak lupa nama ayahnya menyertai di belakang, Sunarto. Lengkapnya Shenny Sunarto. Siapa tau nama ibunya Sunarti. Siapa tau, aku gak tau, karena gak pernah tanya. Malu lah, anak SMP nanya-nanya nama ibu orang.

Tapi walopun namanya terkesan mubazir, sesungguhnya wajahnya tidak. Justru proporsional, simetris, akurat, tata letak yang elegan. Aku permudah dengan satu kata: cantik, manis, teduh. Lho kok tiga kata? Gak apa, ternyata satu kata gak cukup mewakili. Aku dan kawan-kawan sering bilang dia itu mirip Gladys Suwandhi, penyanyi dan bintang pelem yang terkenal di masa jayanya. (Di bawah ini fotonya. Mirip kan? Gak mirip ya?)



Shenny adalah kembang kelas. Kelasku. Dia idola. Idola anak laki pasti. Aku dan teman sebangkuku punya nama nama samaran atau kode khusus untuknya, "Dodol". Simpel aja, karena dia idola, jadi diolah aja katanya menjadi "Idol..Dol", maka jadilah "Dodol" . Betol memang dia idola, karena disukai 99% siswa cowok di kelasku, 80% di kelas lain. Bicaranya yang lembut, santun, dan tenang memperkuat "dodol" nya itu.

Contoh percakapannya kayak gini:
"Eh, liat tuh si Dodol mau ke kantin" kata temanku.
"Iya, jangan-jangan si Dodol mau beli dodol" jawabku.

Kami sebut dodol untuk menyamarkan percakapan, supaya orang-orang gak tau kalo kami omongin Shenny.

Shenny juga wangi, sewangi bayi. Karena dia pake minyak-minyakan untuk bayi, yang entah apa namanya. Terkadang tercium aroma segar minyak kayu putih, jika aku berdekatan dengannya, sejauh 1 meter. Dia anggun. Aku yakin, saat ia senyum tak ada lagi sisa cabe atau sayuran yang nempel di giginya. Semuanya menyingkir secara otomatis.

Melihat Shenny setiap diantar sekolah oleh ayahnya laksana melihat bidadari yang turun dari minibus. Karena memang dia diantar pake mobil berjenis minibus.

Tidak hanya cantik, Shenny juga cerdas, tulisannya cantik dan rapi. Aku sering pinjam catatannya untuk sekadar mengagumi kenapa ada tulisan sebagus itu, rapih seperti pake komputer, dengan jenis font Arial. Jangan-jangan jemarinya sudah terprogram dan mengandung listrik, atau unsur komputer lainnya.

Terus terang,terang terus aku suka Shenny. Suka aja. Aku kagum padanya, kenapa ada cewek semanis itu di kelas ini. Aku yakin ini perwujudan keadilan Tuhan yang menempatkan Shenny di kelas kami. Tidak hanya aku, 99% siswa laki ato cowok di kelasku juga menyukainya. 1% lagi gak jelas. Disebabkan terlalu banyak lelaki yang suka padanya, tak ada keberanianku untuk nembak, atau sekadar bilang "Kamu cantik". Karena saat aku SMP dulu memang belum ada kekuatan untuk nembak cewek. Aku dan beberapa cowok lain cuma menjadi para secret admirer yang mengagumi dan membicarakannya dengan penuh antusias dan imajinasi.

Bisa jadi kelas SMP adalah masa transisi, ya transisi dari sekolah di dasar ke sekolah menengah, atau agak tinggi dikit. Dari tak ada fisika, jadi mulai belajar fisika. Dari pake celana merah, jadi celana biru. Bagi cowok yang paling penting yaitu ini adalah transisi dan masa penyesuaian pasca disunat.

Uniknya kesukaan para cowok menjelang akil balig ini bersifat kolektif. Teman sebangkuku, namanya Jeko juga suka, teman di depannya juga suka, teman di depannya lagi suka juga, teman disampingya apalagi. Tapi kami semua gak ada yang berani ungkapin perasaan, apalagi nembak. Ngobrol dengannya biasanya kalo lagi perlu pinjam Stip Ex.

"Shen, pinjam Tip Ex nya boleh" pintaku.
"Boleh, ambil aja" jawab Shenny sambil menunjuk sesuatu di atas mejanya"
Aku pun speechless. Rasanya berat sekali lidah ini untuk berbicara panjanga lebar, atau tanya-tanya yang lain. Aku berharap Shenny mengajakku berbicara lagi, tapi dia kembali dengan catatannya. Mungkin aja dia sedang mulis "Catatan Si Shenny". Langsung kuambil Stip Ex Shenny, kutuliskan "Guns N Roses" di mejaku pake Stip Ex nya yang berwarna putih itu. Sehabis menulis, kukembalikan lagi itu barang, suatu saat akan kupinjam lagi ujarku dalam hati.

Shenny bukan sombong, cuma pelit bicara aja kayaknya. Tapi dia baik, mungkin agak pemalu.  Perasaan paling top markotop saat itu adalah saat Shenny senyum. Oh, rasanya pelajaran Matematika jadi seasik main bola, belajar teori-teori Fisika serasa minum air es kelapa di siang bolong dengan suhu 40 derajat celcius.

7


Hipotesisku bahwa mayoritas cowok suka Shenny terbukti saat hari raya, atau lebaran. Biasanya saat lebaran kita saling silaturrahmi ke rumah guru dan rumah teman. Rumah Shenny cukup jauh untuk kami-kami yang cuma bisa naik kereta (sepeda motor), kereta pinjaman punya orang tua. Seorang kawan, namanya Mahmud, naek Vespa. Punya ayahnya juga. Dimanakah rumahnya? Ya, rumahnya jauh di dekat bandara Blang Bintang sana. Kira-kira satu jam naek kereta, kalo bocor ban bisa dua, tiga jam karena harus dorong, dan jalannya belum semulus sekarang.

Karena kesukaan terhadap Shenny bersifat kolektif, maka saat lebaran kami juga pergi ke rumahnya bersama-sama, bisa 4 atau 5 kereta, dikalikan dua penumpang, totalnya 10 siswa cowok yang sedang mencari cinta pergi ke satu sasaran. Aku lebih sering dibonceng kawan, lebih asik dibonceng juga.

Sambutan keluarganya hangat dan ibunya ramah. Adiknya juga asik. Tapi sasaran kami cuma satu, bisa salam sama Shenny. Kalo bukan saat lebaran kapan bisa salaman dengan dia. Salaman adalah satu-satunya cara untuk bisa menyentuh lembutnya tangan Shenny. Momen itu menjadi pembuktian bahwa tangannya tak ada tato tengkorak, seperti yang digosipkan orang-orang yang iri dengki, dan suka menghasut. Kami membuktikan tato tengkorak itu fitnah. Orang suka fitnah bisa masuk neraka kata guru agama.

Belum 10 menit di rumah Shenny, tiba-tiba datang rombongan sirkus lain.Ternyata kawan-kawan lain dari kloter yang berbeda, grup berbeda juga berlebaran ke rumah Shenny. Jumlah mereka 5 orang, ada anak dari kelas lain pula. Tuh kan hipotesisku terbukti. Ngapain coba jauh-jauh ke rumah Shenny.

Akhirnya, 15 orang berdesakan di rumah Shenny yang sederhana. Walopun bersaing, kami tidak pernah bermusuhan, malah ketawa-ketiwi. Ulok sana, ulok sini. (Ulok artinya cerita-cerita lucu, bohong, dan cerita-cerita gak penting lainnya). Cuma 1 orang yang terlihat jaim dan terkesan berwibawa saat itu, dia duduk di sudut kanan dekat jendela. Orangnya ganteng, namanya Romy. Disaat kami terbahak- bahak mendengar cerita si Raul (singkatan untuk Raja Ulok), padahal namanya Paijul, si Romy hanya senyum-senyum sambil memeluk erat helm nya. Aku rasa dia sedang sesak beol. Ngapain pulak helm dibawa-bawa ke dalam rumah, tanyaku dalam hati. Jangan-jangan ada bom di balik helmnya itu. Ah, gak mungkin, Romy terlalu lugu untuk buat bom. Liat ayam disembelih aja dia ikut nangis. Tapi, benda di dalam helmnya itu masih misteri. Ya, misteri paling misteri di hari fitri.  

Setelah hampir satu jam asik ngobrol dan ketawa kami pun pamit pulang. Satu persatu, kami salam lagi dengan Shenny. Aseeeek salaman lagi.

Tiba-tiba...terlihat satu..dua, tiga jeruk berwarna oranye jatuh dan bergelinding di lantai. Sumbernya dari helm Romy. Akhirnya misteri di balik helm Romy terbongkar, ternyata dia bawa jeruk yang dibungkus plastik keresek, dan disembunyikan di balik helm. Nasib apes, plastiknya jebol, dan jeruk-jeruk lepas dengan bebas, bergelinding senang kesana kemari.

"Apa tu jatuh" tanya Shenny.
"Eh..eh..anu...itu..anu... jeruk" jawab Romy malu-malu.

Ya, kita juga semua tahu itu jeruk, bukan duren.

Ternyata sebelum berangkat ke rumah Shenny, si Romy sempatin beli jeruk manis itu 2 kilo. Maksudnya mungkin mau kasih hadiah atau surprise ke Shenny. Tapi niatnya urung, melihat kami yang rame-rame ke rumah Shenny. Mungkin dia mau kasih pas kawan-kawan lain udah pulang, supaya gak terlihat.  Wajah Romy yang putih itu memerah karena malu. Sementara wajah kami juga memerah karena tertawa.  

Akhirnya jeruk itu tetap diberi untuk Shenny, karena memang Romy membelikannya untuk Shenny, walau dengan keadaan plastik kresek jebol.



**Mari Bung....Mari Bersambung***





No comments:

Post a Comment