Tuesday, November 05, 2013

SMP ITU SATU...!

Oleh-oleh Fahmi Yunus

BAGIAN 1

1

SMP 1 pendeknya, nama panjangnya Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Banda Aceh. Mudah dicari, karena letaknya bersebelahan dengan SMA 1 di kanan, dan SD 1 di kiri. Persis seperti cerdas cermat, bisa jadi SMP 1 adalah juru bicaranya, atau kalo di film, kayak bosnya yang selalu berada di tengah, diapit oleh anak buah (ajudan) kiri dan kanan.


















Agak susah dapetin dokumentasi foto SMP 1 sebelum tsunami, 24 Desember 2004. Foto ini didapat dari Facebook. Makasih Facebook, makasih Mark Zuckenberg yang sudah kasi tempat untuk kita simpan-simpan foto. Gak kebayang kalo kantor Facebook kena tsunami juga, makin susah aja cari foto jadul (jaman dulu) atau jarang (jaman sekarang).

Cerita ini tidak layak disebut sebagai cerpen, atau bahkan novel sekalipun, apalagi karya tulis ilmiah, skripsi, hingga thesis. Karena ini ada kolaborasi pengalaman pribadi, imajinasi, khayalan, survey yang tidak penting, dll. Mungkin lebih tepat disebut sebagai tulisan aja. Tapi tulisan juga bukan, karena tidak ditulis pake pulpen, tapi diketik pake laptop yang aku gak usah sebut merk nya, karena nanti dituduh promosi. Oke, kalo gitu cerita atau ketikan ini diketik pake laptop Samsung. Tujuan aku mengetik ini bukan untuk jadi penulis seperti Andrea Hirata, atau Pramoedya Ananta Toer sekalipun, bahasa mereka indah walo kadang tak sanggup kujangkau. Jangan harap EYD pada cerita ini. Karena yang sempurna itu cuma Allah. Tujuan aku mengetik ini ya untuk mengetik aja, sementara urusan baca itu bukan urusan aku, itu urusan kalian. Jangan campuri urusan kita, karena kita punya urusan masing-masing.

Beberapa nama orang di dalam cerita ini ada nama sebenarnya, ada yang nama tidak sebenarnya, atau ada nama dan tokoh khayalan. Karena siapa tau Batman dan Superman bisa masuk disini juga. Suka-suka aku, aku yang tulis. Kalo gak suka aku itu wajar, karena yang suka sama aku udah ada, yaitu istri dan anak-anakku, dan kakakku, adik sepupuku, om,tante,cek,yahwa, yahnek,tetangga,dan kawanku.

Bismillah, namaku Fahmi, cukup panggil itu aja, ato panggi Fam, ato Mi, atah Fahmi juga boleh. Walaupun namaku Fahmi Yunus, karena ada nama Ayahku diujungnya. Wajar Ayahku menitipkan namanya disana, karena aku anaknya. Coba aku anak SBY, pasti namaku Fahmi SBY. Tapi itu juga gak mungkin, karena mamakku tak pernah menikah dengan SBY. Cintanya untuk ayahku seorang, yang bernama Pak Yunus tadi.
(*catatan: SBY itu bukan Surabaya, tapi Susilo Bambang Yudhoyono, presiden Indonesia. Silakan baca koran atau cari di google kalo gak percaya). 

Aku masuk kelas SMP kelas 1, itu tahun 1989 kelasnya I-5. Siswanya kurang lebih 40an. Mana sanggup kuingat jumlah persisnya. Yang pasti wali kelasnya bernama Bu Yulidar. Dia guru Matematika. Penyabar, sayang muridnya dan dekat rumahnya. Beliau juga pintar, karena berkacamata. Dulu aku berkesimpulan setiap orang yang berkacamata pasti pintar. Itu dulu! Sekarang juga masih. SMP 1, di era 80-90an adalah sekolah favorit. Gak tau sekarang, semoga masih. Aku gak ikutin perkembangan SMP favorit, karena aku gak sekolah lagi. Favorit dan terbaik karena banyak lulusan SD yang berebut masuk kesana, walaupun pintu gerbangnya cuma dua. Di belakang sebenarnya ada pintu juga, tapi jarang dibuka, biasanya untuk anak-anak yang suka cabut. (Nanti akan kubahas apa itu cabut, bukan cabut gigi, atau cabut yang bisa terbang,..oh itu kabut).

Kembali ke sekolah favorit. Karena favorit tapi tempatnya terbatas banyak yang tidak bisa masuk sehingga mereka menjerit. Dulu penilaian dan standardisasi masuk sekolah pake NEM (Nilai Ebtanas Murni) atau perhitungan yang menggunakan kalkulator bagi yang menggunakannya. Saat itu untuk masuk SMP 1 minimal dapat NEM 37. Waktu itu aku dapat 41. Artinya ada kelebihan 4 angka. Anda kelebihan itu bisa kubagikan pada teman-temanku yang di bawah 37, tapi itu tak mungkin, karena pasti gak diijinin menteri dan kepala dinas pendidikan saat itu. Demi masuk SMP 1 aku harus rela, naik labi-labi. Ya, labi-labi itu sejenis transportasi publik, di daerah lain ada yang sebut angkot, sudako. Bukan Ferrari. 



2


Teman semejaku, (bukan sebangku), namanya Beny. Kami berbagi meja bukan kursi. Kadang-kadang berbagi jajanan plus contekan. Dia pandai main gitar dan hobi balap kereta (motor). Aku juga hobi main gitar tapi tidak suka balap kereta. Dia suka Steve Vai, aku lebih ke Slash. Dia digilai cewek-cewek, aku diteriaki cewek "gila..gila!" Sebagai teman semeja kami harus kompak. Setidaknya harus saling membantu saat guru suruh maju ke depan papan tulis, buat PR, dan yang paling penting kami punya selera musik yang sama.

Oya, tiba-tiba teringat cerita tentang waktu pelajaran bahasa Inggris, Gurunya wanita, orang batak. Satu-persatu kita ditanyai saat belajar perkenalan dalam bahasa Inggris.

"What is your name?" tanya bu guru kepada siswa cewek alias siswi yang duduk di depannya.

"My name is Retno" jawab si siswi itu. Diduga, siswa yang duduk di depan adalah siswa yang cerdas, rajin, dan perhatian sama guru. Tapi teori itu tidak berlaku. Biasanya siswa yang duduk paling depan adalah mereka kurang tinggi. Jadi kalo mereka duduk di belakang, akan susah lihat ke depan karena dihadang oleh kawannya yang lebih tinggi. 

Tapi Retno ini, memang pada dasarnya pintar. Buktinya, aku sering pinjam buku catatannya. Bukan karena aku malas mencatat apa yang disampaikan guru, tapi aku yakin masa depan atau beberapa puluh tahun lagi kita akan menulis lebih sedikit, dan mengetik lebih banyak. Buktinya sekarang aku tidak menulis pake pulpen. Buku catatan Retno rajin difotocopy oleh siapa saja. Retno yang cerdas itu juga baik dengan merelakan buku catatannya ditindih berkali-kali oleh mesin fotocopy itu.

Pertanyaan selanjutnya ke Jol. Itu nama pendeknya, nama panjangnya aku lupa, karena pasti panjang. Jangan-jangan Jolkifli, atau Jolfikar, atau Joli-Joli.

"What is your name?" tanya bu guru lagi sambil menunjuk temanku itu. Dengan lantang Jol menjawab

Jol menjawab mantap, "My name is tiga puluh sembilan?

Ternyata dia kira, "name (nama)" adalah NEM, bukan nama. Makanya dengan bangga dia bilang tiga puluh sembilan.

Kamipun tertawa satu kelas. Ada juga yang tertawa malu karena masih kelas satu.

Jol ini cuek dan lucu. Logat Acehnya masih kental alias medok. Misalnya huruf "T" pengucapannya persis seperti orang Bali. Jol sering ditertawakan kawan-kawan karena logatnya itu. Menurutku itu tak perlu ditertawakan, justru kita harus bangga. Buktinya, lihat presiden saat itu, Soeharto. Kurang medok gimana logat jawanya. Atau Naga Bonar, kurang batak gimana logatnya? Justru kemedokan ini harus dijaga dan dilestarikan, bukan?

Jol bercita-cita ingin jadi polisi militer.



*** Di En ***


BAGIAN 2
Terowongan Bawah Tanah
3

Pertama kali masuk semua SMP siswa wajib ikut P4. Program Penghayatan dan Pengamalan Pancasila. Tidak hanya SMP, untuk masuk SMA, kuliah, bahkan pegawai juga harus ikut program ini. Katanya tujuannya supaya dapat menghayati dan mengamalkan Pancasila. Tapi kenapa korupsi masih banyak? Silakan diisi pilihan berikut:
a) Apakah koruptor itu tidak ikut P4?
b) Apakah mereka ikut P4 tapi tidur di kelas?
c) Apakah mereka ikut tapi asik ngobrol dengan temannya calon koruptor?
d) Wallahu'alam.

Siswa/i yang ikut P4 ini ratusan jumlahnya. Kami dikumpulkan di gedung olah raga sekolah. Tempatnya di tengah-tengah SMP 1, di lapangan upacara, dan dekat pohon besar yang di bawahnya ada tempat duduk dari beton yang dibikin untuk diduduki. Beberapa dari kami ada juga yang lompat dan berlari di atasnya. Jika dilihat guru pasti mereka turun secara otomatis.

SMP 1 ini sebenarnya gedung bersejarah, bangunan peninggalan Belanda. Bahkan di salah satu kelas ada terowongan yang menghubungkan SMP 1 dengan kakaknya, SMA 2, dan bisa juga tembus ke masjid raya Baiturrahman, yang sekian kilometer jaraknya. Jika jaman dulu Belanda udah bisa bikin terowongan seperti itu, kebayang gimana serunya. Mungkin Gubernur Jakarta Joko Widodo alias Jokowi dalam membangun MRT di Jakarta juga terinspirasi dari terowongan ini. Atau jangan-jangan Jokowi juga lulusan SMP 1? Bisa jadi, bisa juga tidak jadi. Memang angkatan aku ada yang namanya Joko, bukan Jokowi lengkapnya. Jokowow namanya. Akhirnya cerita terowongan ini menjadi mitos yang melegenda dan sekaligus kebanggaan anak SMP 1.  Buktinya, abang atau kakak kelas sering bercerita dengan bangganya,

"Eh, tau gak kalian, di bawah kelas kita itu ada terowongan yang nyambung ke masjid raya" sesumbar abang itu.

"Emang pernah masuk kesana?" tanya adik kelas yang lugu.

"Belum lah!" jawabnya dengan pasti.

Dan percakapanpun usai.

Sempat terdengar isu bahwa guru-guru senior pernah masuk ke terowongan itu. Tapi itu tak terbukti. Ada juga isu katanya disana terdapat harta karun peninggalan Belanda. Menurut aku ini isu sesat, ya gak mungkinlah Belanda ninggalin harta karunnya di sini, pasti udah dibawa semua kesana. Kalo memang betul ada orang Belanda yang ninggalin harta karunnya di terowongan itu dapat dipastikan dia itu adalah Belanda yang diragukan kebelandaannya. Tidak hanya isu harta karun, terowongan itu juga diterpa isu hantu. Ya, katanya di bawah itu ada hantu. Lagi-lagi aku curiga dan gak percaya. Ngapain pulak hantu tinggal disana, karena gak ada orang yang lewat, gak ada yang perlu ditakut-takutin. Dan masih banyak cerita-cerita lain, tergantung siapa yang ceritain.

Jika memang terowongan itu memang ada sejak jaman Belanda, maka aku pasti kagum dan salut sama yang menggalinya. Bayangkan, disaat pemerintah sekarang aja masih belum becus buat jalan di atas tanah. Hari ini diaspal, tiga bulan lagi mulai berlobang. Ah, andai Belanda masih menjajah kita, maukah mereka ajarkan main sepak bola? Mungkin kesannya aku gak punya nasionalisme karena masih "rindu Belanda", dan mintak dijajah lagi. Menurutku, maraknya kasus korupsi, kolusi, hingga kekerasan lainnya justru menjadikan kita sebagai bangsa yang menjajah anak bangsanya sendiri. Jeruk makan jeruk. 

Kembali ke terowongan tadi. Ya udah, gak ada yang perlu diceritain tentang terowongan bawah tanah itu, karena sebagian besarnya masih misteri. Nanti cerita ini jadi kisah-kisah misteri. Kalo sutradara dan produser sinetron tau, bisa-bisa dibuat sinetron horor, judulnya "Misteri Terowongan Hilang". Oke, kayaknya kita stop dulu cerita tentang terowongan itu lah.

Oya sory, masih ada lagi rupanya. Ada yang juga bilang letaknya tepat di bawah kelas III-7, kelas paling kanan yang kelasnya paling besar dan seperti layout bioskop. Tempat duduknya bertingkat-tingkat, dan di area belakang masih luas, ada tempat untuk bermain, bersenang-senang sambil tunggu guru datang.


----Bersambung

*****
  

7 comments:

  1. Tambah Lage donk wak ceritanya

    ReplyDelete
  2. hahahahaha
    luculucu
    keren,asik,
    saya...tggu...kelanjutannya

    ReplyDelete
  3. paten !! semua-mua tulisan(ketikan)nya paten

    ReplyDelete
  4. Pak Fahmi, saya punya scan foto SMPN 1 Banda Aceh, original di-foto sekitar tahun 80an. Saat itu hari minggu sehingga tidak ada kegiatan sekolah.
    Kunjungi web saya di http://karoseri-adisatrio.blogspot.com/2013/08/scan-foto-kenangan.html

    ReplyDelete
  5. Wah mantap. Terimakasih pak fotonya. Salam

    ReplyDelete